TRIBUNNEWSBATAM, KARIMUN - Komisi A DPRD Karimun menyatakan pengawasan terhadap orang asing di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, lemah.
"Patut diduga ada konspirasi. Tidak perlu heran, bila berbagai kejahatan transnasional mulai dari pencucian uang, perdagangan orang, penyelundupan barang dan orang serta perdagangan gelap sering terjadi di Karimun," ucap Ketua Komisi A DPRD Karimun, Jamaluddin, di Tebing.
Jamaluddin yang komisinya membidangi kinerja aparatur dan hukum, menuturkan lemahnya pengawasan terhadap orang asing seharusnya segera ditindaklanjuti oleh masing-masing pimpinan lintasinstansi berwenang.
"Dampak dari lemahnya pengawasan orang asing, menjadi ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, salah satu bukti lemahnya pengawasan orang asing di Karimun, ditemukannya warga negara India mantan karyawan PT Saipem Indonesia Karimun Branch, Satiya alias Habathi (30) dalam keadaan tewas di sebuah rumah kontrakan di Perumahan Melia Indah yang berjarak tidak jauh dari Hotel Aston Tanjung Balai Karimun, Minggu (25/11) sore.
Lelaki itu ditemukan tergeletak berlumuran darah di ruang makan rumah yang dikontrak bersama dengan pacarnya.
Menurut Jamaluddin, aneh ada orang asing yang sudah tidak bekerja lagi bisa leluasa tinggal bersama dengan pacarnya di Karimun dalam waktu cukup lama tanpa ada tindakan apapun dari lintasinstansi yang berwenang melakukan pengawasan.
"Ironisnya tempat domisili orang asing itu baru diketahui setelah lelaki itu ditemukan jadi mayat," ujarnya.
Dia mengatakan hal itu, tidak terjadi bila seluruh instansi vertikal di Karimun yang berwenang melakukan pengawasan orang asing dan Dinas Tenaga Kerja Pemkab Karimun melaksanakan tugas pokok dan tanggungjawabnya secara maksimal.
"Sebab tenaga kerja asing yang sudah habis masa kerjanya, tentu sudah harus pulang atau dideportasi ke negaranya," katanya.
Dia juga menuturkan lemahnya pengawasan orang asing juga terjadi pada ratusan pekerja di atas puluhan kapal isap produksi milik PT Tambang Timah dan swasta yang beroperasi di perairan Karimun.
"Diduga jumlah pekerja asing di atas puluhan kapal isap produksi itu mencapai ratusan. Diduga sebagian besar dari mereka para tenaga kerja asing itu tidak memiliki visa untuk bekerja dan perusahaan yang mempekerjakan mereka pun kami ragukan memilik Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan dan Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing," tuturnya.
Pidana
Masih pada kesempatan itu, Jamaluddin, juga menuturkan berdasar UU No 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, pengusaha dan yang pengurus tidak melaporkan TKA maupun tenaga kerja lain yang direkrutnya, dapat dipidana.
"Hal itu tertera pada Pasal 10 ayat 1 UU No 7 tahun 1981, dengan ancaman kurungan tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta. Pada ayat duanya jika kesalahan yang sama terulang kembali, sanksi yang dijatuhkan pada pengusaha dan pengurus hanya kurungan," tuturnya.
Dia menuturkan masih dengan UU yang sama, dipaparkan secara rinci tentang wajib lapor tenaga kerja lengkap dengan peryaratan hingga tata cara pelaporannya.
Tentang wajib lapor beserta persyaratannya, tertera pada Pasal 4,5,6,7,8, sedangkan tentang tata cara pelaporan dijelaskan pada pasal 9 dan sanksi pidana dipaparkan pada pasal 10," tuturnya. (ANT)TRIBUNNEWSBATAM, KARIMUN - Komisi A DPRD Karimun menyatakan pengawasan terhadap orang asing di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, lemah.
"Patut diduga ada konspirasi. Tidak perlu heran, bila berbagai kejahatan transnasional mulai dari pencucian uang, perdagangan orang, penyelundupan barang dan orang serta perdagangan gelap sering terjadi di Karimun," ucap Ketua Komisi A DPRD Karimun, Jamaluddin, di Tebing.
Jamaluddin yang komisinya membidangi kinerja aparatur dan hukum, menuturkan lemahnya pengawasan terhadap orang asing seharusnya segera ditindaklanjuti oleh masing-masing pimpinan lintasinstansi berwenang.
"Dampak dari lemahnya pengawasan orang asing, menjadi ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, salah satu bukti lemahnya pengawasan orang asing di Karimun, ditemukannya warga negara India mantan karyawan PT Saipem Indonesia Karimun Branch, Satiya alias Habathi (30) dalam keadaan tewas di sebuah rumah kontrakan di Perumahan Melia Indah yang berjarak tidak jauh dari Hotel Aston Tanjung Balai Karimun, Minggu (25/11) sore.
Lelaki itu ditemukan tergeletak berlumuran darah di ruang makan rumah yang dikontrak bersama dengan pacarnya.
Menurut Jamaluddin, aneh ada orang asing yang sudah tidak bekerja lagi bisa leluasa tinggal bersama dengan pacarnya di Karimun dalam waktu cukup lama tanpa ada tindakan apapun dari lintasinstansi yang berwenang melakukan pengawasan.
"Ironisnya tempat domisili orang asing itu baru diketahui setelah lelaki itu ditemukan jadi mayat," ujarnya.
Dia mengatakan hal itu, tidak terjadi bila seluruh instansi vertikal di Karimun yang berwenang melakukan pengawasan orang asing dan Dinas Tenaga Kerja Pemkab Karimun melaksanakan tugas pokok dan tanggungjawabnya secara maksimal.
"Sebab tenaga kerja asing yang sudah habis masa kerjanya, tentu sudah harus pulang atau dideportasi ke negaranya," katanya.
Dia juga menuturkan lemahnya pengawasan orang asing juga terjadi pada ratusan pekerja di atas puluhan kapal isap produksi milik PT Tambang Timah dan swasta yang beroperasi di perairan Karimun.
"Diduga jumlah pekerja asing di atas puluhan kapal isap produksi itu mencapai ratusan. Diduga sebagian besar dari mereka para tenaga kerja asing itu tidak memiliki visa untuk bekerja dan perusahaan yang mempekerjakan mereka pun kami ragukan memilik Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan dan Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing," tuturnya.
Pidana
Masih pada kesempatan itu, Jamaluddin, juga menuturkan berdasar UU No 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, pengusaha dan yang pengurus tidak melaporkan TKA maupun tenaga kerja lain yang direkrutnya, dapat dipidana.
"Hal itu tertera pada Pasal 10 ayat 1 UU No 7 tahun 1981, dengan ancaman kurungan tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta. Pada ayat duanya jika kesalahan yang sama terulang kembali, sanksi yang dijatuhkan pada pengusaha dan pengurus hanya kurungan," tuturnya.
Dia menuturkan masih dengan UU yang sama, dipaparkan secara rinci tentang wajib lapor tenaga kerja lengkap dengan peryaratan hingga tata cara pelaporannya.
Tentang wajib lapor beserta persyaratannya, tertera pada Pasal 4,5,6,7,8, sedangkan tentang tata cara pelaporan dijelaskan pada pasal 9 dan sanksi pidana dipaparkan pada pasal 10," tuturnya. (ANT)
Anda sedang membaca artikel tentang
Pengawasan WNA Di Karimun Lemah?
Dengan url
http://sriwijayaposting.blogspot.com/2012/11/pengawasan-wna-di-karimun-lemah.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pengawasan WNA Di Karimun Lemah?
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Pengawasan WNA Di Karimun Lemah?
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar