Tribun Batam - Selasa, 18 Juni 2013 09:12 WIB
"Saya berharap Rina bisa terus maju hingga tamat kuliah. Saya sempat kuliah di Fakultas Ekonomi dulu, tapi tak selesai. Mudah-mudahan Rina nantinya bisa," ujarnya.
Ibu Rina, Andi Nurmadiah nampak tersenyum dan mengaminkan, doa Nihayah kepada anaknya. Nihayah dan Rina nampak sama-sama mirip dalam melakukan apa saja.
Hal ini yang membuat Nur optimis anaknya bisa menjadi seperti apa yang didoakan nenek itu. Nihayah punya segudang cerita motivasi bagi Rina. Ia pun punya hal-hal yang bisa dijadikan semacam wejangan.
"Saya datang ke sini menemui Rina, saya merasakan dia sama-sama seperti saya. Makanya ingin sekali bertemu. Saya bangga dengan Rina yang bisa sekolah. Yang jelas Rina jangan minder dan tetap semangat," ujar wanita yang pernah memerankan film serial "Bunda Tersayang" di SCTV tahun 1996 itu.
Nihayah mengaku dulu banyak juga hinaan yang dirasakannya. Tapi itu membuatnya terus belajar hingga ke perguruan tinggi, walaupun tak tamat.
"Tahun 81 bapak saya meninggal, namun kondisi kesehatan ibu saya juga kurang bagus. Makanya saya memilih tinggal bersama ibu saya. Daripada terjadi sesuatu dengan ibu saya, saya akhirnya mundur dan memilih melakukan hal lain seperti ngajar ngaji dan lainnya. Dulunya saya ikut kakak perempuan," ungkap Nihayah yang hanya sampai semester 1 di Fakultas Ekonomi Universitas Riau itu.
"Pengalaman waktu kuliah pertama kali di Pekanbaru menurutnya masih terkenang. Di Kampus waktu kami tes digedung olahraga di Pekanbaru, di Stadiun bertingkat saya duduk. Orang kira saya pengemis dan melempar kan koin untuk saya. Saya sabar saja. Tapi pernah terbersit di pikiran saya untuk jadi pengemis. Saya bisa nulis, saya bisa melakukan hal lain dengan kaki," sebutnya.
Walaupun hanya dengan menggunakan kedua kakinya. Ia memasak, melakukan pekerjaan rumah tangga, bahkan hingga menyulam. Ia pun menjadi wanita yang mandiri, tidak tergantung dengan siapa pun bahkan ia memutuskan untuk membantu ekonomi keluarga dengan berdagang, pulang baik Tanjungpinang-Singapura di masa mudanya.
"Saya di rumah biasa mengerjakan apapun sendiri. Tapi kalau di luar, di depan umum, untuk makan atau mengerjakan sesuatu saya biasa ada yang bantu," ujarnya.
Nihayah merasa banyak pandangan orang jika melihatnya makan pakai sendok dengan kaki.
"Ya kalau depan umum, bisa saja ada yang bilang jorok pakai kaki. Atau ada juga yang bilang sok pamer kemampuan menggunakan kaki. Makanya untuk lebih etis saya kalau di depan umum biasa ada yang bantu menyuapin. Etikanya mungkin begitu," cerita Nihayah.
Asa besar sepertinya diharapkan Nihayah kepada Rina. Dan itu pun cukup beralasan. Nihayah melihat Rina punya semangat.
Rina, gadis yang bercita-cita jadi dokter ini pun biasa menempuh jarak sekitar 8 kilometer untuk ke sekolah.
"Aku biasa sekolah diantar kakak naik motor, boncengan. Kalau bapak gak bisa bawa motor," ujar gadis yang tampak periang ini.
Dua orang luar biasa ini pun akhirnya bertukar nomor ponsel. "Saya punya kartu Telkomsel, berapa nomor Rina?" tanya Nihayah yang mengaku bisa berkomunikasi menggunakan ponselnya sendiri.
"Aku IM3." Timpal Rina sembari meminta adiknya mengambilkan sebuah ponsel jenis touchscreen.
Layaknya remaja lain, Rina pun nampak mahir menggunakan gadget itu dengan kakinya. Tak ada bantuan dari orang lain. Ia pun menyimpan nomor ponsel Nihayah.
Nenek ini pun senang. Ia berjanji akan mengajak Rina jalan-jalan di Tanjungpinang jika ada waktu Rina singgah di rumahnya.
"Ya kalau mungkin aja kami jalan-jalan ke penyengat dan putar-putar kota Tanjungpinang naik angkot," ujar Nihayah. (Muhammad Ikhsan)
Anda sedang membaca artikel tentang
Keduanya Berbagi Kisah Seperti Alur Sebuah Film
Dengan url
http://sriwijayaposting.blogspot.com/2013/06/keduanya-berbagi-kisah-seperti-alur.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Keduanya Berbagi Kisah Seperti Alur Sebuah Film
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Keduanya Berbagi Kisah Seperti Alur Sebuah Film
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar