Laporan Wartawan Tribun Yudie Thirzano dari Sao Paulo, Brasil
BRASIL, TRIBUN - Badan pria itu kekar. Wajahmya sedikit memerah, dari mulutnya tercium aroma alkohol.
"Ada uang satu reais untuk saya beli roti?" tanya pria itu kepada kami, saat menunggu bus di halte Ponto Carlos Caldeira, Kamis (5/6/2014).
"Eu nao tenho," kata Clemens Naben, Pastor asal Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bersama saya menunggu bus jurusan Stadion Morumbi.
Itu jawaban Clemens berikan saat pria yang tampak setengah mabuk itu menodong kami. Artinya,"Saya tidak punya."
Memang todongan itu dilakukan tanpa ancaman apapun dan tak ada senjata yang dikeluarkan. Namun bukan berarti bisa dianggap remeh.
Salah bicara atau bahasa tubuh yang bisa membuat pria itu mengamuk tentu saja harus dihindari.
Tak sedikit kisah penodongan atau penjambretan yang terjadi di kota-kota besar Brasil termasuk Sao Paulo maupun Rio de Janeiro.
Saya jadi ingat berita imbauan polisi Sao Paulo untuk tak berteriak, berdebat atau melawan para pelaku kriminal.
Beruntung pria itu tak mengamuk mendapat jawaban singkat Clemens. Pria asal Timor itu dengan tenang menjawab sambil menggeleng kepala.
Seakan belum puas, pria berambut cepak itu menoleh ke arah saya. Dia kembali menanyakan hal serupa, apakah saya ada uang yang bisa diberikan.
Saya pun hanya menggeleng, tak bersuara. Semula saya kurang mengerti maksud pertanyaan orang itu.
Namun setelah aroma alkohol berhembus, segera saya paham apa yang tengah terjadi.
Clemens mencoba meyakinkan jawabannya dengan menunjukkan kartu tiket elektronik Oni Bus.
Kartu itu berisi jatah penggunaan angkutan yang bisa kami gunakan.
Kartu tersebut memang menjadi bagian dari sarana moda angkutan, yang sifatnya untuk menyederhanakan transaksi.
Setiap beralih lebih dari 3 bus maka nilai kredit di kartu akan berkurang 3. Saya membeli tiket berisi kredit 20 poin dengan uang 23 reais.
Satu real Brasil (reais) setara dengan setengah dolar AS atau sekitar lima ribu rupiah.
Mirip dengan sistem tiket elektronik KRL Commuter Line di Jabodetabek. Bedanya, selain bisa digunakan untuk Keret Metro.
Kartu ini juga bisa digunakan untuk menumpang Oni Bus, yang seukuran Bus TransJakarta atau bus Damri di Surabaya, dan bus kecil yang diebut Perua.
Perua sedikit lebih panjang dibanding Metromini atau Kopaja di Jakarta.
Lanjut, hari itu kami memang kurang beruntung mendapatkan bus menuju Stadion Cicero Pompeu de Toledo, di Kota Morumbi, masih di kawasan greater Sao Paulo.
Pada Jumat (6/6/2014) atau Sabtu dini hari WIB, di stadion markas klub besar Brasil, Sao Paulo digelar pertandingan antara Brasil vs Serbia.
Saya datang sehari sebelumnya untuk mengetahui rute perjalanan dan melihat kondisi sekitar stadion.
Saat itu kami memang sengaja menjajal angkutan umum Oni Bus dan Perua, dua jenis moda yang terintegrasi dengan Kereta Metro Sao Paulo.
Dua kendaraan umum ini yang masih beroperasi saat aksi mogok digelar Serikat Pekerja Metro Sao Paulo.
Mogok sepekan jelang pembukaan Piala Dunia 12 Juni itu memang melumpuhkan Sao Paulo. Kami menunggu hampir satu jam sebelum bus yang dinanti melintas.
Bus belum datang, malah pria mabuk yang melintas. Dari kejauhan tampak si pria yang datang dari arah selatan.
Clemens menunggu bus persis di tepi jalan, saya sedikit masuk mendekat tempat duduk halte. Saya sengaja tak terlalu dekat jalanan.
Ke mana-mana saya kerap memanggul tas ransel berisi peralatan liputan antara lain kamera dan 'tablet' Samsung. Saya memilih berada sedikit lebih ke dalam halte karena tak ingin menjadi korban jambret.
Pengalaman 'ditodong' pria mabuk kembali terjadi saat saya membeli tiket elektronik Metro Sao Paulo di Stasiun Santo Amaro, Jumat (6/6/2014).
Di tengah antrean, saya menerima telepon dari seorang kawan yang bekerja di Sao Paulo.
Dia mengabarkan nomer teleponnya agar kami bisa berkomunikasi dengan nomer selular lokal Brasil.
Di tengah berbicara tiba-tiba seorang pria lusuh menghampiri saya sambil menyodorkan tangan.
Saya pun menjabat tangan dia. Bau alkohol kembali tercium. "Saya baru datang dari Fortaleza, saya tidak ada uang, boleh kasih saya uang," kata pria itu dalam bahasa Portugal.
Kali ini saya sedikit percaya diri karena berada di tengah kerumunan antrean penumpang. Saya menjawab dengan menggeleng kepala.
Pria itu mendekati orang lain dan menanyakan serupa. Tak ada yang memberi dia pun pergi.
Anda sedang membaca artikel tentang
Di Brasil, Saya Ditodong Pria Mabuk Berbadan Kekar
Dengan url
http://sriwijayaposting.blogspot.com/2014/06/di-brasil-saya-ditodong-pria-mabuk.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Di Brasil, Saya Ditodong Pria Mabuk Berbadan Kekar
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Di Brasil, Saya Ditodong Pria Mabuk Berbadan Kekar
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar