Pangdam Dicopot, MPR Desak Pembentukan Tim Independen

Written By Unknown on Minggu, 07 April 2013 | 12.41

TRIBUNNEWS, JAKARTA - Pangdam Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso, akhirnya kehilangan tongkat komando, Sabtu (6/4/2013). Jabatan jenderal bintang dua yang diduga menutupi serangan maut 11 prajurit Kopassus di LP Cebongan itu dicopot, mengikuti nasib Kapolda DIY Brigjen Sabar Rahardjo sehari sebelumnya.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menerbitkan Skep Panglima TNI Nomor Skep Kep/252/IV/2013, tertanggal 5 April 2013, menggusur komando Mayjen Hardiono di Kodam IV/ Diponegoro. Hardiono ditarik kembali ke Markas TNI AD.

"Mayjen Hardiono dimutasi jadi staf Mabes TNI AD. Saya tegaskan, Mayjen Hardiono diganti, bukan dicopot. Ini berdasarkan evaluasi, pembinaan karier dan sebagainya," kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Rukman Ahmad di Jakarta, Sabtu (6/4/2013).

Brigjen Rukman bahkan membantah mutasi disebabkan serangan brutal yang merenggut empat tahanan Polda di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, 23 Maret 2013 lalu. "Mutasi itu merupakan hasil evaluasi rutin. Jadi bukan karena kasus Cebongan," tandasnya. Bantahan Brigjen Rukman itu bertolak-belakang dengan janji Kapuspen TNI Laksda Iskandar Sitompul, Jumat (5/4) lalu.

Kala itu Iskandar berjanji, Mabes TNI segera mengevaluasi internal TNI yang diduga menutup-nutupi peran TNI dalam penyerangan LP Cebongan. Yang dievaluasi, termasuk Pangdam Diponegoro.

"Yang menutupi dari pihak-pihak tertentu saja, seperti maaf saja, ada purnawirawan, pengamat, sah-sah saja. Dari Pangdam kita mengetahui bersama, tentunya mari kita tunggu evaluasi dari Panglima TNI di rapat terbatas (ratas) di Istana. Apabila ada sesuatu yang bertentangan, tentu akan diambil rumusan langkah terbaik," tegas Kapuspen TNI.

Mayjen Hardiyono diduga kuat mencoba menutupi serangan maut prajurit Kopassus. Hanya dalam tenggat beberapa jam, pascaserangan itu, Hardiyono tegas menampik keterlibatan anggotanya dalam penyerangan di LP Cebongan.

Ia berkilah, aksi terlatih ala serangan LP Cebongan, belum tentu dilakukan aparat. Mayjen Hardiyono bahkan menduga perbuatan teroris. "Aksi terlatih itu relatif, semua orang ya terlatih," kata Mayjen Hardiyono kala itu mendampingi kunjungan Menkum HAM di LP Cebongan.

Jenderal berkumis itu meyakinkan, aksi terlatih juga bisa dilakukan teroris. "Teroris lebih terlatih lho, bisa buat bom dia, bisa menghancurkan gedung di mana-mana. Jangan kalau terlatih konotasinya terus militer, itu nggak ada," tandasnya.

Ironisnya, jaminan Hardiyono tentang tiadanya prajurit TNI terlibat serangan LP, tertelanjangi Tim Investigasi  TNI AD. Ketua Tim Investigasi TNI AD sekaligus Wakil Komandan Polisi Militer Brigjen Unggul K Yudhoyono, 4 April lalu mengungkap keterlibatan 11 prajurit Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah dalam penembakan di LP Cebongan.

Dari 11 anggota Kopassus, ada dua yang tak ikut melakukan penyerangan. Keduanya bermaksud mencegah dan menggagalkan aksi sembilan teman mereka.

Senasib Kapolda

Tim investigasi TNI AD mengungkapkan, anggota Kopassus berinisial U sebagai penembak keempat tahanan Polda Yogyakarta yang disangka menganiaya anggota Kopassus Sertu Santoso, 19 Maret 2013.

Klaim dini Mayjen Hardiyono sebelumnya, menuai hujan kritik, termasuk dari Anggota Komisi Pertahanan DPR, Susaningtyas Kertopati. Susaningtyas menuding Mayjen Hardiyono tak menguasai standard operational procedure (SOP) dalam menjelaskan peristiwa yang menyita perhatian publik.

"Seharusnya (Pangdam) tidak langsung mengatakan tak terlibat, cukup jelaskan SOP-nya," kata politisi Hanura itu. Ia menyarankan para Pangdam di Tanah Air memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan media, dan menghidari sikap reaktif dan membantah kalau informasi yang didapat belum cukup.

"Inilah mengapa setiap pimpinan teritorial harus memiliki kecakapan komunikasi dan bertindak hati-hati, sebelum ada pembuktian akurat," tegas Susaningtyas.

Hingga semalam, Mayjen Hardiyono belum berhasil dikonfirmasi Tribun, karena langsung terbang ke Jakarta begitu jabatannya dicopot. Ia diganti Mayjen TNI Sunindyo.

Mayjen Sunindyo, sebelumnya menjabat Asisten Personalia Kepala Staf TNI AD. Serah-terima jabatan dilaksanakan Senin (8/4) depan di Markas TNI AD Cilangkap.

Para pejabat Kodam Diponegoro memilih bungkam. "Maaf, Pangdam di Jakarta dan tidak boleh mengambil gambar kediaman Pangdam, saya harap dimaklumi. Terimakasih," tutur Kapendam Diponegoro, Kol Widodo Raharjo melalui pesan singkat.

Rumah Dinas Pangdam Diponegoro di Jl Taman Diponegoro 2 Kota Semarang terlihat lengang. Hanya tampak dua penjaga berpangkat kopral siaga di pos penjagaan dekat gerbang.

"Bapak tak ada di tempat, sudah mulai kemarin. Kalau tak ada keperluan, silakan meninggalkan tempat," tegas petugas jaga.

Nasib Mayjen Hardiyono mengikuti jejak Kapolda DIY, Brigjen Sabar Rahardjo yang dicopot Kapolri, sehari sebelumnya atau Jumat (5/4) lalu. "Saya pasrahkan kepada Allah yang Maha Tahu, dan tidak pernah sare (tidur)," kata Brigjen Sabar.

Jenderal bintang satu ini membenarkan bahwa dirinya ditarik, sebagaimana keputusan Kapolri No. Kep: 214/IV/2013 tgl 5/4/2013. Ia diganti Brigjen Haka Astana M Widya. Sabar ditempatkan sebagai Kepala Biro Kajian dan Strategi SDM Mabes Polri, jabatan yang sebelumnya dipegang Brigjen Haka.

Berbeda dengan pernyataan dini Mayjen Hardiyono yang tertelanjangi Tim Investigasi TNI AD, pencopotan Brigjen Sabar agak ganjil. Baru dua pekan pasca-serangan LP Cebongan, langsung diganti.

Ada apa sesungguhnya? "Kalau motif mutasi, Bapak tanya ke Mabes Polri ya, suwun (terima kasih)," kata Brigjen sabar seraya tersenyum. Aktivis Jogja Police Watch (JPW) menyayangkan mutasi Brigjen Sabar yang terkesan mendadak.

Pasalnya, penyelidikan penyerangan LP Cebongan oleh prajurit Kopassus sedang berjalan. Ketua JPW, Asril Sutan Marajo, meyakini mutasi itu ada hubungannya dengan kasus Cebongan. "Pencopotan Kapolda di saat seperti ini kurang pas," kata Asril.

Mabes Polri pun bersilat-lidah. "Tentunya semua mutasi berdasarkan evaluasi dan hasil persetujuan Wanjak ( Dewan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Polri," kelit Kepala Divisi Humas Polri Irjen Suhardi Alius.

Yang pasti, Brigjen Sabar diagendakan menyerahkan jabatan kepada Brigjen Haka di Mabes Polri, Senin (8/4) mendatang, bersamaan Kapolda NTT, Kapolda Sumsel, Kapolda Maluku Utura, Kapolda Sulawesi Tengah dan Kapolda Sumatera Barat. "Sertijabnya Senin bersama Kapolda-kapolda lainnya," ujarnya.

Rekayasa

Mengenai pencopotan para jenderal ini, mantan Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus, Sutiyoso, pasti didasari alasan kuat. Khusus pencopotan Pangdam Diponegoro, diyakini akibat pernyataan serampangan yang terlalu dini.

"Itu akibat pernyataan beliau yang terlalu dini. Menyatakan TNI tidak terlibat, ternyata terbukti," kata Sutiyoso. Pernyataan tersebut secara hukum tidak salah, namun jika secara etika, salah.

"Seharusnya, seorang Pangdam tidak menyimpulkan permasalahan terlalu dini. Jadi itu (pencopotan) sudah tepat. Ini hukuman yang sangat berat, mengingat posisinya seorang jenderal. Saya tahu perasaan beliau mendapatkan mutasi seperti itu," kata Sutiyoso.

Penilai sama diungkapkan Anggota Komisi III DPR, Syarifuddin Sudding. "Saya kira itu kita hargai langkah yang dilakukan TNI. Menurut saya, baik Pangdam atau Kapolda, itu memang harus bertanggungjawab. Ada peran dan tanggungjawab yang harus dibebankan," katanya.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto mengaku tak tahu alasan Mayjen Hardiyono menyatakan tiadanya keterlibatan anggota TNI dalam serangan maut di LP Cebongan.

"Harusnya dia katakan sampai dengan hari ini, saya tidak melihat adanya indikasi, tapi kalau suatu saat ternyata ada bukti yang mengatakan ada keterlibatan prajurit TNI, hukum akan ditegakkan bagi siapapun," ujarnya.

Disinggung apakah mutasi Mayjen Hardiyono merupakan langkah tepat, Endriartono yang kini jadi politisi Partai NasDem menyatakan, "Barangkali itu yang paling pas."

Sudah berakhirnya penanganan tragedi Cebongan di tangan TNI AD? Belum! Komnas HAM menegaskan tetap melanjutkan penyelidikan hingga tuntas.

Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis menyatakan, penyelidikan Komnas HAM berbeda dengan TNI maupun Polri."Polri untuk penegakan hukum. Komnas HAM untuk penilaian peristiwa, apakah ada pelanggaran HAM atau tidak? Maka Komnas HAM konsentrasi bagaimana keterlibatan unit-unit negara dalam peristiwa itu," jelas Nur Kholis.

"Meski ada insitusi yang melakukan penyelidikan, semuanya bermuara pada upaya mencari siapa yang paling bertanggungjawab dalam serangan itu. Kami telah bertemu pihak Mabes TNI dan Polri," tuturnya.
 
"Kami membahas temuan masing-masing, dan kesepakatan untuk mengkoordinasikan temuan itu, tapi dengan koridor tetap pada independensi masing-masing. Jadi memang dalam kasus ini ada tiga penyelidikan," jelasnya.

Ada tiga penyelidikan secara bersamaan. Mulai dari sisi KUHAP, KUHP, UU No 39 Tahun 1999 dan Mabes TNI yang sudah mengumumkan hasil investigasinya. "Tapi menurut saya, ruang lingkupnya berbeda," tukas Nur Kholis.

Upaya Komnas HAM diapresiasi tinggi keluarga korban serangan maut Kopassus. Keluarga korban malah menolak hasil tim investigasi TNI AD. "Hasil investigasi itu bagian rekayasa TNI untuk menutupi skenario pembantaian dan menutupi jaringan pelaku yang lebih luas," tuding Yani Rohi Riwu, kakak kandung Gamaliel Riwu Rohi di Kupang.

Yani meyakinkan, delapan poin kesimpulan tim investigasi TNI AD menunjukan rekayasa sistematis yang dilakukan TNI dengan merekonstruksi peristiwa secara tak utuh dan tendensius. "Keluarga menolak kesimpulan yang disampaikan tim investigasi TNI itu. Apalagi ada labelisasi preman, itu skenario melemahkan posisi korban," tegasnya.

Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin pun mendorong pembentukan tim penyelidik independen, di luar Tim Investigasi TNI AD. "Kita harus menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang sebaiknya dilakukan tim independen," kata Lukman.

Lukman berharap tim independen mengusut sampai tingkat mana dan siapa penanggungjawab tertinggi penyerangan itu. Begitu rumit, unik dan janggalnya, Menteri Pertahanan Australia, Stephen Smith sampai menyatakan  keprihatinannnya.

Seperti dilansir situs radioaustralia, Smith mengungkapkan keprihatinannya terkait insiden Cebongan kepada Menhan RI Purnomo Yusgiantoro. (tribunnews/eri/aco/adi/leo/lau/abc) 


Anda sedang membaca artikel tentang

Pangdam Dicopot, MPR Desak Pembentukan Tim Independen

Dengan url

http://sriwijayaposting.blogspot.com/2013/04/pangdam-dicopot-mpr-desak-pembentukan.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Pangdam Dicopot, MPR Desak Pembentukan Tim Independen

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Pangdam Dicopot, MPR Desak Pembentukan Tim Independen

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger