Kerugian Menjadi Rombongan Jemaah Calon Haji Nonkuota

Written By Unknown on Minggu, 21 September 2014 | 12.41

Laporan Wartawan Tribun Kaltim Kholish Chered dari Mekkah Arab Saudi

MAKKAH, TRIBUN - Kementerian Agama Republik Indonesia tidak berhenti mengimbau warga yang berniat haji menghindari jalur haji nonkuota. Imbauan ini bukan tanpa alasan.

Kebanyakan jemaah haji non kuota mengalami nasib kurang menguntungkan di Tanah Suci. Sebab mereka akan terlantar karena tidak ada yang mengurusinya.

Cecep Nursyamsi, Kepala Seksi Pengendalian PIHK Daerah Kerja Jeddah yang juga bertugas memantau masuknya haji nonkuota di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Jumat (19/9/2014).

Ia menuturkan, biasanya jemaah haji nonkuota ini masuk menggunakan visa ziarah, visa pekerja, atau visa undangan (calling call) dari Arab Saudi. Ada juga yang menggunakan visa haji, namun tidak banyak.

Jemaah  yang menggunakan visa haji, biasanya turun di terminal haji secara bergerombol. Jika pakai visa ini, mereka tetap harus membayar general service sebesar US$ 277 per jemaah.

General service ini untuk fasilitas naqobah (transportasi) dan biaya maktab saat di Arafah.

"Biasanya nanti akan keliatan mereka bergerombol," kata Cecep, kepada tim Media Center Haji (MCH) Jeddah, Arab Saudi.

Namun jika menggunakan visa ziarah dan pekerja, mereka turun di terminal komersial. Jumlah haji nonkuota, kata Cecep dari tahun ke tahun merosot.

Tahun 2011 lalu, jumlah mereka masih sekitar 3.000-an, tahun 2012 menyusut setengahnya jadi 2.000-an, begitu pula tahun 2013 yang tinggal sekitar 1.000-an.

Ciri-ciri mereka sebetulnya mudah dikenali. Pertama, tidak memiliki atribut, misalnya seragam khusus seperti halnya haji reguler atau haji khusus.

Kedua, tidak punya identitas resmi. Haji reguler menggunakan gelang sebagai identitas. Gelang yang harus digunakan jemaah selama beribadah itu bertuliskan, nama, nomor paspor, asal kloter, dan embarkasi.

Kerugian menjadi jemaah haji nonkloter antara lain tidak ada yang menjamin akomodasi.

Selama musim haji, pondokan-pondokan di Kota Mekkah sudah penuh karena disewa selama semusim. Alhasil mereka biasanya terlantar.

"Di Armina, walau mereka punya maktab khusus, tidak ada yang menjamin konsumsi. Biasanya mereka akan datang ke maktab-maktab haji reguler," kata Cecep.

Kerugian lain, tidak ada yang melindungi karena tidak punya petugas atau pembimbing.

"Misalnya, terjadi kematian tidak ada asuransi, bahkan sulit dikuburkan karena tidak ada pihak yang bisa bertanggung jawab. Kalau haji kuota kan yang bertanggung jawab pemerintah," kata dia sambil menambahkan setiap tahun ada saja jemaah haji non kuota yang wafat.

Tahun ini, jemaah haji non kuota asal Surabaya diketahui tinggal di sebuah penampungan mirip barak TKI. Mereka harus membayar Rp80 juta per orang oleh seorang kiai untuk bisa berhaji tahun ini.


Anda sedang membaca artikel tentang

Kerugian Menjadi Rombongan Jemaah Calon Haji Nonkuota

Dengan url

http://sriwijayaposting.blogspot.com/2014/09/kerugian-menjadi-rombongan-jemaah-calon.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Kerugian Menjadi Rombongan Jemaah Calon Haji Nonkuota

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Kerugian Menjadi Rombongan Jemaah Calon Haji Nonkuota

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger