BATAM,TRIBUN - Gubernur Provinsi Kepri, Drs H Muhammad Sani meminta agar SK Menhut Nomor 463 tahun 2013 tidak dijadikan acuan dalam penetapannya. Pasalnya penetapan kawasan hutan lindung bukan kewenangan dari Menteri Kehutanan (menhut).
"Sebab bukan kewenangan dari Menhut untuk menetapkan kawasan hutan lindung," kata Sani di Harmoni One Hotel, Batam, Kamis (29/8/2013).
SK Menhut kini menjadi polemik di Kepri. Warga, pengusaha, bahkan tokoh adat di Kepri memrotes. Selain perumahan, kawasan cagar budaya juga dijadikan wilayah hutan.
Sani menambahkan, SK Menhut yang lalu, hanyalah sebatas penunjukan, untuk selanjutnya ditetapkan oleh DPR RI dalam bentuk Undang Undang (UU).
"Maka itu, kami minta supaya SK ini tidak dijadikan acuan dalam penetapannya," tegasnya.
Belum lagi, belakangan diketahui, adapun yang menjadi dasar SK Menhut nomor 463 tentang perubahan peruntukkan kawasan hutan itu adalah surat penetapan kawasan hutan lindung tahun 1986.
"Dari informasi yang diterima, itu didasari Surat Penetapan kawasan hutan lindung tahun 1986 lalu. Tanpa ada memperhatikan usulan dari tim padu serasi yang beberapa waktu lalu sudah bekerja. Makanya, di dalamnya termasuk kawasan Nagoya, Batam Center masih ikut masuk kawasan hutan lindung," ujar Sani.
Dalam SK tersebut, beberapa pulau yang berada disekitar Batam, lahannya juga masih belum jelas dan masih masuk dalam kawasan hutan.
Beberapa pulau yang direncanakan dan sedang dilakukan pengembangan ekonomi dan investasi masih ditunjuk sebagai kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Syahrial Lubis, seorang warga, mengaku kaget setelah mendapatkan salinan SK Menhut Nomor 463/MENHUT II/2013. Karena dalam salinan itu Pulau Janda Berhias, masih ditetapkan sebagai Hutan Produksi Konversi yang sebagian telah memiliki sertifikat Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kemudian Pulau Air Mas, meski sebagian memiliki sertifikat BPN, tapi masih ditunjuk sebagai Hutan Produksi Konversi. Selanjutnya Pulau Lumba masuk dalam Hutan Produksi Konversi dan Hutan Produksi Terbatas.
Pulau Pemping yang merupakan perkampungan tua juga masih berstatus Hutan Produksi Konversi. Seterusnya, Pulau Ngenang dan Pulau Tanjung Sauh masih sebagai Hutan Produksi Konversi, bahkan ada kawasan yang ditingkatkan menjadi Hutan Produksi.
Selain itu ada Pulau Karang Nipah yang menjadi kawasan pengembangan investasi di bidang tank storage, ditunjuk sebagai Hutan Produksi Konversi.
"Beberapa pulau yang sedang dilakukan pengembangan ekonomi dan investasi masih ditunjuk sebagai kawasan Hutan Produksi Konversi dan Hutan Produksi Terbatas," ujarnya sambil menunjukan salinan SK Menhut tersebut.
Menurutnya, masih ada lagi beberapa pulau di Barelang masih belum jelas statusnya. Seperti Pualu Rempang masih sebagai Hutan Konservasi, namun terjadi perubahan jenis, yang awalnya 15.571 hektar sebagai Hutan Taman Baru, dalam SK Menhut nomor 463/MENHUT II/2013 menurun menjadi 902 hektar.
Sedangkan sisa lahan lainnya seluas lebih kurang 13.000 hektar berubah menjadi Hutan Taman Wisata Alam.
Selanjutnya beberapa titik permukiman atau kampung tua disetujui dilepaskan status hutan, namun menggunakan skema Dampak Penting Cakupan Luas (DPCLS), dengan catatan harus melalui persetujuan DPR.
Seterusnya, untuk Pulau Subang Mas, Pulau Kinun, Pulau Jemara masih sebagai Hutan Produksi Konversi. Sementara Pulau Setoko dan Pulau Air Raja status lahan hutan dilepaskan menjadi permukiman.
"Hanya Pulau Setoko dan Pulau Air Raja status hutan dilepas menjadi permukiman warga," katanya.
Syahrial Lubis menambahkan di Pulau Galang, Pulau Galang Baru dan sekitarnya masih masuk kawasan hutan. Seperti Pulau Galang masih sebagai Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Konversi, bahkan ditingkatkan menjadi Hutan Lindung.
Kawasan yang disetujui atau dilepaskan dari status hutan, hanya kawasan pengungsian Vietnam dan sekitar pantai Mirota. Sedangkan sebagian permukiman dan pelabuhan Sijantung masih ditunjuk sebagai Hutan Produksi Terbatas.
Selanjutnya, Pulau Galang Baru masih sebagai Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Konversi. Bahkan sebagian ditingkatkan menjadi Hutan Lindung.
Kawasan yang dilepaskan menjadi status hutan hanya permukiman warga di Kampung Baru dan Air Lingke. Kemudian Pulau Karas, statusnya masih sebagai Hutan Produksi Konversi, hanya sebagian kecil dilepaskan menjadi daerah permukiman.
Untuk Pulau Nguan, Pulau Sembur, Pulau Tanjung Dahan, Pulau Batu Belobang, Pulau Korek Busung, Pulau Petong, Pulau Abang Besar, Pulau Abang Kecil, Pulau Dedap dan Pulau Pengelap, semuanya masih berstatus Hutan Produksi Konversi.
"Dari data tersebut 64 persen kawasan Hutan, 43 persen masuk Hutan Tetap dan 22 persen masuk Hutan Produksi Konversi," ujarnya.
Anda sedang membaca artikel tentang
Sani: SK Menhut Jangan Dijadikan Acuan
Dengan url
http://sriwijayaposting.blogspot.com/2013/08/sani-sk-menhut-jangan-dijadikan-acuan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Sani: SK Menhut Jangan Dijadikan Acuan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Sani: SK Menhut Jangan Dijadikan Acuan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar