KARIMUN, TRIBUN - Upah Minimun Kabupaten (UMK) Karimun 2014 akhirnya diputuskan Dewan Pengupahan melalui voting. Besarnya upah ini sebesar Rp 1.889.797,00.
Penetapannya dilakukan setelah perundingan panjang yang menyita waktu hingga empat jam di Kantor Dinas Tenaga Kerja, Kabupaten Karimun, Kamis (14/11/2013).
Rapat dipimpin Kepala Dinas Tenaga Kerja Karimun Ruffindi, Alamsyah. Unsur pengusaha diwakilkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Karimun, Dwi Untung.
Sementara dari pekerja diwakilkan Ketua Konfederasi-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Karimun, Hasni Jasni. Sedangkan Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Karimun, M Fajar. Turut hadir dan Ketua Badan Pusat Statistik (BPS) Karimun, Sumarmono.
Ada yang menarik dalam perundingan tersebut dengan tidak ikutnya M Fajar yang mewakili serikat pekerja metalnya pada perundingan itu. Alasan Fajar tidak setuju dalam penetapan UMK ini karena melalui cara voting.
"Saya pilih tidak ikut voting karena ada kesan dipaksakan dan tidak mengedapkan musyawarah. Kagetnya, tiba-tiba muncul tata tertib soal voting saat pembahasan masih berlangsung. Menolaknya, karena kami merasa tidak pernah dilibatkan soal cara voting begitu," ujar M Fajar, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Karimun, kepada Tribun usai rapat tersebut.
Menurut Fajar, cara voting tersebut tidak sesuai dengan Perpres 107 tahun 2001 tentang dewan pengupahan yang hanya bertugas memberikan saran dan pertimbangan dalam rangka, usulan UMK dan atau UMS (upah minimum sektoral).
"Seharusnya kan kalau tak kesepakatan dalam rapat, angka itu sama-sama kita usulkan ke Pak bupati untuk kemudian dipertimbangkan. Pasalnya, di situ ada dua kepentingan kan? Adilnya begitu. Saya sudah tawarkan itu tapi ditolak kepala dinas," tegasnya.
Rapat pembahasan UMK Karimun 2014 ini berlangsung seru karena kedua belah pihak sama-sama berpegang teguh pada usulannya. Khususnya Apindo dan SPMI yang sama-sama bersikeras dengan pendapatnya tentang angka yang diusulkannya masing-masing.
Dwi Untung misalnya, ketika diberikan kesempatan menyampaikan usulannya mengatakan akan menaikan usulan UMK menjadi 10 persen dari UMK tahun ini. "Sebelumnya kami usulkan lima persen, kami naikkan jadi 10 persen atau menjadi Rp 1.760.000,00" jelas Dwi Untung.
Dwi Untung mengemukakan pertimbangan besaran UMK tahun lalu menimbang juga dengan UMK kabupaten-kota lain. "Situasi pasar kerja perlu diperhatikan, angka inflasi, pertumbuhan ekonomi. Ini perlu menjadi perhatian sesuai kemampuan pengusaha," katanya didampingi anggotanya Hery Ramli.
SPMI sendiri yang awalnya meminta kenaikan 50 persen dari UMK sebelumnya, atau Rp 2,4 juta menurunkan tawarannya menjadi Rp 2,3 juta. Sementara SPSI terbilang lebih memilih sama dengan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) atau senilai Rp 1.889.797,00.
Melihat pembahasan masih jauh dari sepakat, Ruffindy akhirnya men-skorsingnya. Setelah berlangsung masa skorsing sekitar 15 menit. Pembahasan masih berkecimpung pada angka tersebut hanya saja FSPMI menurunkan permintaannya menjadi Rp 2,2 juta.
Singkatnya, pembahasan kembali diskorsing sekitar 20 menit untuk salat Zuhur. Usai salat angka yang sama-sama diajukan tak juga muncul persamaan persepsi. Dan skorsing kembali dilakukan Ruffindy sekitar 15 menit.
Pada skorsing terakhir itulah akhirnya Ruffindy memberikan opsi kepada para perunding untuk meneruskan pembahasan atau diputuskan dengan cara voting.
"Sesuai tata tertib dewan pengupahan, jika tak ada menemukan kata sepakat maka keputusan diambil dengan cara voting," kata Ruffindy.
Mendengar voting, M Fajar langsung memberikan pandangannya terkait Keppres 107. Sayangnya, Ruffindy dan beberapa rekan dewan pengupahan tidak menanggapi pandangan Fajar dan melanjutkan voting.
Akhirnya Fajar dan beberapa memilih diam di dalam ruangan dan tidak ikut voting. Dalam voting itu diberikan dua opsi angka KHL versi Apindo-SPSI sebesar Rp 1.889.797,00 dan angka yang diusulkan FSPMI sebesar Rp 2,2 juta.
Voting menetapkan 10 suara anggota dewan pengupahan. Hasilnya, mayoritas memilih angka KHL sebesar Rp 1.889.797,00 dan hanya satu suara untuk UMK Rp 2,2 juta.
Mendapatkan hasil voting tersebut, kepada wartawan Fajar menolak dan langsung mengirim surat penolakan penetapan UMK ke Bupati Karimun. "Langsung kita kirim ke bupati dan kita tetap minta UMK Rp 2,2 juta, supaya bupati ada pertimbangan lain," ungkapnya.
Sementara itu Ruffindy kepada Tribun mengatakan, pemberlakuan voting pada rapat tersebut sudah sesuai Perbup Nomor 14 B tahun 2013. Di dalamnya terdapat dua opsi, yaitu musyawarah untuk mufakat dan voting.
"Melihat pilihan pertama tidak berhasil, maka dilakukan secara voting untuk menetapkan UMK ini," jelas Ruffindy Alamsyah usai rapat.
Anda sedang membaca artikel tentang
Upah Karyawan Karimun Ditetapkan Rp 1,8 Juta
Dengan url
http://sriwijayaposting.blogspot.com/2013/11/upah-karyawan-karimun-ditetapkan-rp-18.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Upah Karyawan Karimun Ditetapkan Rp 1,8 Juta
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Upah Karyawan Karimun Ditetapkan Rp 1,8 Juta
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar