JAKARTA, TRIBUN - Hati-hati dan pasang radar. Meski sudah banyak korban berjatuhan, tawaran investasi bodong masih marak.
Sejak awal tahun 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 2.772 pengaduan masyarakat terkait kasus investasi bodong maupun sengketa industri keuangan.
Dari jumlah itu, Direktur Pengembangan Kebijakan Edukasi dan Perlindungan OJK Anto Prabowo mengungkapkan, sebanyak 220 pengaduan terindikasi melanggar ketentuan pelaku usaha jasa keuangan yang diawasi OJK.
"Kebanyakan dari sektor perbankan, terkait lelang jaminan kredit," ujar Anton.
OJK telah menyelesaikan 61 pengaduan dengan memfasilitasi pertemuan antara konsumen dengan perusahan.
Sanksinya berupa teguran, sanksi administratif atau kewajiban pembayaran kepada konsumen. "Misalnya, hak konsumen mendapat klaim asuransi," tambah Anto.
Sebanyak 490 pengaduan masih dalam proses penyelesaian OJK. Sedangkan pengaduan-pengaduan lain masuk klasifikasi aduan yang dapat diproses pelaku usaha jasa keuangan, bukan wewenang OJK atau laporan kurang lengkap.
Dari total 2.772 juga terdapat 218 pengaduan yang merupakan penawaran investasi tak memiliki izin dari otoritas lain, seperti Kementerian Koperasi & UMKM serta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi.
Berbagai kendala OJK Investasi bodong adalah investasi yang menjanjikan keuntungan besar atau tidak wajar.
Penawaran biasanya melalui internet. Cara menjaring nasabah dengan cara berantai (member get member). Terkadang, investasi dikaitkan dengan amal atau ibadah.
Untuk memikat nasabah, mereka kerap menggandeng public figure, pejabat, tokoh agama, atau artis. Kegiatan usaha investasi bodong biasanya tidak berizin atau memiliki izin, tapi tidak sesuai dengan kegiatan sebenarnya.
Sayang, otoritas sepertinya sulit bertindak tegas. Lirik saja salah satu investasi yang tengah diawasi OJK adalah PT Dua Belas Suku (DBS) yang berbasis di Blitar, Jawa Timur.
Perusahaan ini menawarkan deposito berbunga 30 persen sepekan. Direktur Penyidikan OJK Lutfi Zain Fuady mengatakan, OJK sudah merekomendasikan pemblokiran situs internet Dua Belas Suku ke Kementerian Telekomunikasi dan Informatika
Menurutnya, perusahaan tak mempunyai izin menghimpun dana masyarakat. Lukas Setia Atmaja, Pengajar investasi dan Ketua Departemen Keuangan di Prasetiya Mulya Business School menilai, OJK kesulitan memberangus investasi bodong.
Alasannya, ranah OJK sebatas mengawasi produk investasi keuangan bank dan non bank. Sementara tawaran investasi bodong berkedok saling membantu.
Tindakan OJK juga terbatas. Pemblokiran situs tak terlalu membantu. Satu situs ditutup, tak menutup kemungkinan muncul lagi situs sejenis.
"Wajar jika hanya 10 persen dari pengaduan yang bisa diproses OJK, karena bukan di bawah pengawasannya," ucap Lukas.
Ia mengingatkan masyarakat agar menyeleksi tawaran investasi yang berseliweran. Menurut Lukas, paling utama adalah menakar risiko terlebih dahulu, bukan menghitung return. "Lebih baik opportunity loss dibanding actual loss," imbuhnya.
Celakanya, banyak yang mengetahui risiko, tapi tetap masuk ke instrumen berisiko tinggi, karena ingin meraih untung besar dalam waktu cepat. (Kompas/Amailia Putri Hasniawati, Dina Farisah, Noor Muhammad Falih)