Haris Fauzi, satu terduga teroris, berhasil ditangkap di tengah baku tembak, yang saat itu tengah ada dalam bak mandi dan diduga terkena gas air mata. Ketiga terduga teroris yang tewas adalah Budi Syarif alias Angga, Syarane, dan Jonet.
Barang bukti yang berhasil diamankan pada baku tembak terhadap teroris di Cigondewah, antara lain 2 revolver, 1 pistol FN, bom pipa 6 buah (2 sudah digunakan), amunisi kaliber 38 mm sebanyak 200 butir, kemudian kaliber 9 mm sebanyak 80 butir, dan uang sejumlah Rp 6 juta.
Kapolri Jendral Timur Pradopo mengatakan, penangkapan terduga teroris ini merupakan satu rangkaian dengan aksi teroris mulai dari Poso hingga ke sejumlah wilayah di tanah air. Belum bisa dipastikan, ada keterkaitan dengan jaringan dua terduga teroris yang ditangkap di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, belum lama ini. Jaringan tersebut ditengarai hendak mengebom kedutaan Myanmar.
"Kita masih menunggu pemeriksaan yang lebih detail kalau dikaitkan dengan yang lain. Tapi, intinya dari proses pemeriksaan awal, itu mengait mulai dari Poso, kemudian di Sulawesi, yang ada di Solo, di Jakarta, Depok, di daerah Tambora, lalu Bekasi. Ketiga jenazah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk dilakukan autopsi," ujar Kapolri di lokasi kejadian, tadi malam.
Penangkapan terduga teroris di Cigondewah ini berawal dari tertangkapnya, Boim di Jakarta. Lalu berkembang kepada terduga teroris di kawasan Cipacing, Maksum. Dari keterangan Boim dan Maksum ini, dikembangkan ada beberapa kelompok, baik di Tegal, Jawa Tengah, maupun di Batang dan Kebumen. Termasuk penangkapan di Cigondewah, Kabupaten Bandung.
Secara serentak, Densus 88 Antiteror melakukan penangkapan pada Rabu (8/5/2013), mulai pukul 15.00 itu dan tertangkap terduga teroris di wilayah Batang, Jawa Tengah. Berikutnya, pada pukul 17.00, Densus 88 Antiteror berhasil menangkap terduga teroris di wilayah Kebumen. Terakhir, sekitar pukul 18.00, Densus 88 Antiteror menangkap 4 terduga teroris di wilayah Cigondewah, Kabupaten Bandung.
"Yang di Cigondewah ini, melakukan perlawanan. Kita negosiasi, dibalas ledakan-ledakan. Baik senjata api, maupun bom pipa. Sehingga kita nego sekitar tiga jam setengah. Hal itu untuk mengurangi korban yang tidak perlu, baik dari pihak petugas maupun dari pihak teroris. Tapi mereka terus melawan hingga akhirnya harus dilakukan penegakan hukum," kata Timur.
Lebih jauh, Kapolri mengatakan, hingga saat ini secara menyeluruh teroris yang tertangkap mulai di Jakarta, Cipacing, Cigondewah, dan Batang ada sekitar 11 orang. Dengan rincian, 3 tewas di Cigondewah, 1 tewas di wilayah Jawa Tengah. Kemudian, 7 terduga teroris masih dalam keadaan hidup.
Personel Polri yang diturunkan pada penangkapan teroris, sejumlah personel dari Polres Bandung untuk pengamanan lokasi terduga teroris. Untuk langkah-langkah penegakan hukum, 2 unit dengan rincian satu unit terdiri atas 9 personel.
"Sekarang yang tengah dilakukan upaya negosiasi itu ada tiga orang di wilayah Kebumen, Jawa Tengah," kata Kapolri.
Kaget Anak Jadi Sandera
Gofar (38), penghuni rumah kontrakan yang bersebelahan dengan kamar terduga teroris kaget mendapat kabar dua anaknya disebut-sebut menjadi sandera teroris. Terlebih, terduga teroris yang diberitakan media massa itu tak lain adalah tetangga sebelah kontrakannya selama ini.
Pria yang sehari-hari berjualan martabak di salah satu sekolah tak jauh dari rumahnya itu pun bergegas pulang. Ia pun bersyukur, ternyata kedua anaknya Jasen (4) dan Merlin serta istrinya, Nani Nabila (35) sudah diamankan oleh polisi di salah satu rumah warga.
"Tadi kan di teve dibilangin, ada anak disandera. Itu anak saya. Enggak ada. Tadi itu, istri dan anak saya langsung menutup pintu. Disangkanya disandera. Tadi, sekitar jam satu sudah diamankan di rumah pak RT, jam satu tadi. Kaget aja," ujar Gofar.
Pria asal Brebes ini mengungkapkan, dia tidak mengenal betul tetangga sebelah kontrakannya. Gofar bersama istri dan kedua anaknya baru tinggal di kontrakan milik pengusaha konveksi, Anda sejak sekitar 1, 2 bulan lalu. Sedangkan, terduga teroris diperkirakan sudah 1,5 bulan dan sudah terlebih dulu menempati kontrakan kamar bercat merah itu.
Disebutkan Gofar, tetangganya yang ternyata terduga teroris jarang berkomunikasi. Sesekali saja, seperti hari itu dia hanya sempat bertegus sapa pada Rabu (8/5/2013) pagi. Tapi, tak pernah ngobrol lama.
"Enggak pernah ngobrol. Sekali-sekali aja. Katanya sih orang Ciamis, tapi kadang-kadang bicara bahasa Sunda, Jawa juga. Yang tadi dimasukin ke mobil itu (HR), nah dia yang orang Ciamis itu. Katanya sih mereka itu Sales. Nah, sales apanya enggak tahu. Kalau hari-hari biasa sepi. Ramai itu, kalau hari minggu. Suka banyak orang kayak mahasiswa gitu," kata Gofar.
Pemilik rumah kontrakan, Anda Suhanda (63), tidak menyangka kontrakan miliknya diisi oleh terduga teroris. Kontrakan tersebut diisi oleh Angga berusia sekitar 35 tahun.Menurut Anda, kontrakan tersebut hanya diisi oleh Angga.
Namun ia sering membawa orang lain ke rumah tersebut. Angga berprofesi sebagai pembuat jaket di kawasan Cijerah. Ia mengaku kaget saat kepolisian menggrebek rumah kontrakan miliknya.
"Tadi sekitar jam 10 ada petugas polisi datang. Mereka langsung berteriak yang namanya Angga segera keluar," kata Anda kepada wartawan saat ditemui di rumah salah seorang warga, Rabu siang.
Tidak ada yang mencurigakan terhadap aktifitas Angga. Angga juga jarang berkomunikasi dengan warga sekitar. Pakaiannya pun seperti orang pada umumnya menggunakan baju biasa. Saat akan mengontrak Angga juga memberikan laporan kepada RT dan RW.
"Kalau di KTP ia berasal dari Ciwastra, tapi kelahiran Jawa. Cuma, kayak orang Sunda kok ngobrolnya," ujar Anda.
Posisi kontrakan Angga, lanjut dia, berada di ujung dekat dengan sawah. Rumah kontrakan berukuran 3x6 meter itu sudah tiga bulan ditempati Angga. Jarak dari rumah kontrakan dengan rumah miliknya berjarak sekitar dua meter. Rumahnya berada di belakang rumah kontrakan.
"Setiap bulannya ia juga tidak pernah telat bayar. Sebulan bayarnya Rp 400 ribu. Dia sih jarang ikut salat bareng. Kan di dekat kontrakan ada musala. Cuma pernah satu kali ikut salat berjamaah," katanya.
Lokasi kontrakan terduga teroris berada tepat di belakang pondok pesantren Albasyariyah. Menurut Asep Mustopa, pengasuh pondok pesantren, kejadian penangkapan yang berada dekat pesantren tidak mempengaruhi aktifitas para santri. Jarak pesantren dengan lokasi penyerbuan sekitar 200 meter.
"Walau ada penyerbuan teroris oleh kepolisian, tidak terlalu berpengaruh terhadap kegiatan para santri. Sampai sekarang, para santri tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Orang tua santri tidak perlu khawatir dengan anak-anaknya," ujar Asep. (tribun jabar/dic/aa)