Laporan Tribunnews Batam, Zabur Anjasfianto
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BATAM- Tidak terbayangkan oleh Rosmawati (32), warga rumah susun Windsor, Kecamatan Lubuk Baja, Batam kalau anak ketiga yang baru dilahirkan menjadi jaminan di rumah sakit umum daerah (RSUD) Embung Fatimah.
Bayi yang dilahirkan 16 November 2014 tersebut dijadikan jaminan karena pasangan suami-istri (pasutri) tersebut belum melunasi biaya adiminstrasi operasi ceasar.
Bayi yang sudah 37 hari dilahirkan dan diberi nama Mawar Anggraini, belum bisa dibawa pulang, sebelum melunasi biaya persalinan dan perawatan sebesar Rp 18 juta.
"Hanya menunggu keajaiban sajalah baru bisa dibawa pulang bayi saya,"kata Rosmawati yang ditemui di ruang Mawar kamar 3C, RSUD Embung Fatimah, Senin (22/12/2014) sore.
Rosmawati, mengaku tidak memiliki keluarga dekat selama di Batam. Sejauh ini hanya teman-teman dan tetangga kosnya yang dianggap sebagai keluarga.
Rosmawati menceritakan, saat melahirkan ia tidak memegang uang sama sekali dan Rizal Efendi (35), suaminya beserta teman-temannya membawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Embung Fatimah.
"Saat itu saya sudah tidak kuat lagi menahan sakit. Dan saya putuskan untuk dioperasi ceasar. Yang saya pikir agar anak saya selamat dilahirkan,"katanya.
Karena tidak memliki kartu BPJS maupun SKTM, Rosmawati saat itu berfikir akan menjalani perawatan dengan jalur umum. Namun, dia baru bingung dan panik sehari saat anaknya lahir. Sebab, suaminya hanya bekerja serabutan. Sementara tagihan yang disodorkan jutaan rupiah.
"Saat ditagih pihak RSUD, baru kami bingung. Karena kami tak punya uang. Sementara harus bayar Rp 18 juta saat itu," ujarnya.
Akibat tidak memegang uang untuk biaya bersalin, suaminya pun langsung menyampaikan kepada pihak rumah sakit kalau administrai akan menggunakan SKTM. Namun, usaha mengurus surat keterangan miskin itu gagal. Pasalnya, prosedur pengurusan harus menggunakan Kartu Keluarga (KK) dan surat nikah.
"Anak saya lahirkan ini hasil hubungan dengan suami saya yang kedua. Sementara surat cerai dengan suami pertama belum keluar dari pengadilan agama," katanya.
Setelah gagal mengurus SKTM dari tingkat RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan. Suaminya terus berusaha mencari solusi, akhirnya berusaha mengurus kartu BPJS. Namun, usahanya kembali gagal dengan alasan yang sama. Yaitu, dokumen pengurusan kartu BPJS tidak lengkap.
"Sudah tiga minggu mengurus kartu SKTM dan BPJS tak bisa, makanya sampai saat ini bingung bagaimana cara melunasi biaya persalinan," ujarnya.
Sementara perawatan sang bayi terus berjalan dan biaya rumah sakit terus bertambah, akhirnya tim medis memutuskan perobatan dan penanganan medis setelah anaknya sudah membaik.
"Tagihannya Rp 18 juta, makanya kami sampaikan ditutup saja tagihannya," katanya.
Merasa tak sanggup lagi, pihak rumah sakit menghentikan fasilitas obat dan perawatan. Yang ia dapatkan hanya fasilitas ruangan dan makan saja.
"Kami harus membayar semua tagihan, sementara uang tak ada dan surat SKTM dan BPJS tak juga bisa kami urus. Bingung harus kemana lagi mencari solusi,"keluhnya.
Direktur RSUD Embung Fatimah, Drg Fadillah Mallarangan, mengatakan, bahwa pasien itu masuk ke ruang IGD langsung ditangani oleh tim medis.
"Pasien itu kami tangani, memang saat ini belum pulang karena terkendala administrasi," kata Fadillah.
Selama ini, katanya, banyak pasien seperti Rosmawati berobat di RSUD dan selama ini tetap dilayani. Pasalnya, pasien mendatangi RSUD karena rumah sakit ini adalah milik warga Batam.
"Kita profesional, pasien harus diselamatkan karena bekerja di rumah sakit adalah pekerjaan kemanusiaan," katanya.
Mengenai kasus Rosmawati, Fadillah juga telah menyurati Dinas Sosial (Dinsos) Batam, agar pasien diberikan surat keterangan terlantar agar pasien (Rosmawati) bisa dikeluarkan dari rumah sakit.
"Tetapi surat sudah dilayangkan beberapa minggu lalu, hingga saat ini tidak ada jawabannya," ujarnya.
Sementara Kadinsos Batam, Kamarulzaman, mengaku sudah membaca surat yang dilayangkan Fadillah. Namun, untuk mengeluarkan surat keterangan terlantar harus dicari tahu dulu faktanya. Apakah pasien benar-benar warga Batam atau tidak.
"Karena anggaran pemerintah, harus jelas pertanggungjawabannya," katanya.
Dalam waktu dekat ini, sambungnya, ia akan mendatangi pasien, apakah pasien memiliki KTP Batam atau tidak, jika tidak ada maka ia tidak bisa mengeluarkan surat keterangan terlantar kepada pasien yang ada saat ini di RSUD.
"Kita akan tanyakan lurah tempat pasien tinggal, agar jelas statusnya," katanya.