Tribun Batam - Minggu, 24 Februari 2013 08:51 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Anas Urbaningrum menyatakan mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
Dalam pidatonya selama lebih kurang 20 menit, Anas seolah menunjukkan ada rencana lain di balik keputusan mundurnya. Pengamat politik Hanta Yudha AR menilai, pidato Anas setidaknya mengandung makna perlawanan.
"Saya menangkap, ini pesan perlawanan Anas. Ini gaya Anas dalam menghadapi masalahnya, bukan gaya Andi Mallarangeng yang diam, bukan juga gaya Nazaruddin yang bernyanyi tanpa punya jurus," ujar Hanta di Jakarta, Sabtu (23/2/2013).
Ia mengatakan, Anas setidaknya mengeluarkan empat peluru dalam pidato tanpa teksnya itu.
"Pertama, dia menantang KPK untuk menunjukkan bukti-bukti keterlibatannya. Karena dalam pidatonya, ia sangat yakin tidak bersalah dan balik menuding bahwa penetapannya sebagai tersangka karena tekanan politik," papar Hanta.
Peluru kedua, menurut Hanta, merupakan sinyal perlawanan kepada Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
"Ini jelas sekali perlawanan terhadap SBY, kencang sekali pernyataannya," ujarnya.
Peluru ketiga dilayangkan Anas kepada para loyalisnya. Secara implisit, Anas mengajak para loyalisnya bersama dengannya mengambil langkah keluar dari partai.
"Terakhir, Anas tengah melakukan pembentukan opini publik," kata Hanta.
Oleh karena itu, menurut Hanta, kuncinya ada pada penegakan hukum. KPK harus mampu membuktikan keterlibatan Anas sekaligus membuktikan lembaga itu lepas dari tekanan politik seperti yang dituding Anas.
Seperti diberitakan, Anas mundur dari Ketua Umum Partai Demokrat. Pernyataan mundur Anas dilakukannya pada Sabtu (23/2/2013) siang ini di kantor DPP Partai Demokrat. Anas mengaku sama sekali tidak menyangka dirinya akan menjadi tersangka.
Namun, ia mengaku mulai berpikir akan terjerat ketika ada desakan agar KPK memperjelas status hukum dirinya. Anas tak menyebut dari siapa desakan itu.
Hanya saja, seperti diketahui, di sela-sela kunjungan ke luar negeri, Presiden yang juga Ketua Dewan Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengomentari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan elektabilitas Partai Demokrat tinggal 8,3 persen.
Ketika itu, Presiden meminta KPK segera menuntaskan berbagai kasus secara tepat dan jelas. Anas mengatakan, "Saya baru mulai berpikir saya akan punya status hukum di KPK ketika ada semacam desakan agar KPK segera memerjelas status hukum saya. Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah. Ketika ada desakan seperti itu, saya baru mulai berpikir jangan-jangan...," katanya.
Ia lalu mengaku semakin yakin akan menjadi tersangka setelah diminta berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK. Anas tak menyebut siapa yang memintanya itu. Hanya saja, diketahui bersama bahwa SBY selaku Ketua Majelis Tinggi pernah menyebut hal itu ketika memutuskan mengambil alih kewenangan partai.
"Ketika saya dipersilakan lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis punya status hukum tersangka. Apalagi, saya tahu beberapa petinggi Demokrat yakin betul, hakul yakin pasti minggu ini Anas jadi tersangka," kata Anas.
Anas lalu mengaitkan dengan bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas namanya. Menurut dia, peritiswa ini adalah satu rangkaian peristiwa yang utuh dan sangat terkait erat dengan peristiwa sebelumnya. (*)