Laporan Tribunnews Batam, Dewi Haryati
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BATAM- "Putaaaar...," teriak sekelompok perempuan yang tergabung dalam Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Provinsi Kepulauan Riau Kota Batam dengan nada riang, saat mengarak ogoh-ogoh, Minggu (30/3) di ruas jalan Baloi, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Sorak-sorai gembira terdengar membahana sore mendekati Maghrib kala itu. Ada 3 ogoh-ogoh perlambang Butha Kala yang diarak pada pawai ogoh-ogoh menyambut hari raya Nyepi, tahun baru saka 1936 kali ini. Dua ogoh-ogoh diarak kelompok lelaki. Satu ogoh-ogoh lainnya diarak kelompok perempuan.
Ini merupakan kesempatan kali pertama kelompok perempuan diikutsertakan dalam pawai ogoh-ogoh yang sudah berlangsung sejak 2012 lalu. Ada sekitar 15 orang perempuan yang bertugas mengarak ogoh-ogoh ini.
Dengan bantuan roda, mereka cukup mendorong besi penyangga yang diatasnya berdiri ogoh-ogoh dalam pawai tersebut. Sementara 2 kelompok laki-laki di belakangnya, harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk memikul ogoh-ogoh seberat kurang lebih 500 kg itu. Satu ogoh-ogoh diarak sekitar 25 orang laki-laki.
Meski demikian, hal itu tak mengurangi semarak pelaksanaan pawai ogoh-ogoh. Terdengar suara teriakan bersahut-sahutan. Mereka larut dalam suka cita. Sembari kelompok pemusik tetap menabuk gendang, dan memainkan musik gamelan.
"Putaaaar," pinta sebuah suara agar kelompok pengarak ogoh-ogoh memutar besi penyangga.
Tak mau kalah, 2 kelompok pengarak ogoh-ogoh di depannya juga melakukan hal serupa. Dari jauh, ke tiga ogoh-ogoh bergigi taring, dengan mata berwarna merah, dan memiliki kuku tajam itu, terlihat berguncang akibat hentakan putaran yang dilakukan kelompok pengarak ogoh-ogoh.
Rute pawai ini dimulai dari Pura Agung Amerta Bhuana menuju SPBU Taman Kota dan kembali lagi ke pura, sebelum akhirnya dibakar. Pawai ogoh-ogoh ini mengundang perhatian masyarakat yang melintas untuk berhenti. Hanya untuk sekedar mendokumentasikan kegiatan itu. Kepala Rutan Batam, Anak Agung Gde, juga ikut dalam barisan pengiring ogoh-ogoh ini.
"Saya mau juga ikut mengarak (ogoh-ogoh), tapi bawa anak. Jadi nggak bisa," ucap Agung kepada Tribun saat disinggung kesediaannya ikut memikul ogoh-ogoh.
Ketua panitia kegiatan, Dewa Suastika mengatakan, ogoh-ogoh yang diarak tahun ini berjumlah 3 ogoh-ogoh. Meningkat 1 ogoh-ogoh dibandingkan tahun sebelumnya. Penambahan itu, kata dia, disesuaikan dengan finansial umat Hindu di Batam. Selain sebagai tradisi di Bali menyambut perayaan Nyepi, pawai ogoh-ogoh juga sebagai hiburan bagi masyarakat Batam.
"Sebenarnya nggak ada ketentuan jumlah ogoh-ogohnya harus berapa, disesuaikan saja dengan finansial umat. Kalau tahun ini bertambah 1, itu salah satunya karena jumlah warga kami bertambah. Kemarin sekitar 1.800 sekarang 2.000," ucap Dewa.
Uniknya, kata dia, pawai ogoh-ogoh kali ini juga mengikutsertakan kelompok perempuan. Sebelum diarak, ketiga ogoh-ogoh itu terlebih dahulu diupacarai. Tujuannya untuk membangkitkan kekuatan roh-roh jahat.
"Istilahnya mengundang roh-roh datang, kemudian dikasih makanan atau caru. Setelah diarak kemudian dibakar. Tujuannya supaya tidak mengganggu manusia dan lingkungan," kata dia.
Pada perayaan Nyepi tahun ini, Dewa juga menyampaikan pesannya kepada masyarakat Batam untuk dapat hidup berdampingan dalam mencapai kesejahteraan bersama.
"Perbedaan selalu ada, tapi bagaimana semangat kebersamaan tetap kita jaga sehingga kita bisa bekerja sama," ucap Dewa.
Pembina Parisada Hindu Dharma Indonesia Kepri, I Wayan Catra Yasa, berharap pawai ogoh-ogoh ini dapat dimasukkan dalam kalender tahunan kegiatan Kota Batam. Tujuannya untuk menarik wisatawan mancanegara datang ke Batam.